Kategori Syarhu Ushulil Iman
IMAN KEPADA HARI AKHIR
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Bagian Terakhir Dari Tiga Tulisan 3/3
[3]. Bukti Akal (Logika)
Bukti akal dapat dibagi menjadi dua bagian.
[a]. Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai pencipta langit dan bumi seisinya telah menciptakannya pertama kali. Allah mampu menciptakan pertama kali, tentu pasti mampu pula untuk mengembalikannya.
“Artinya : Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkannya kembali itu adalah lebih mudah bagiNya” [Ar-Ruum ; 27]
“Artinya : Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati. Sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya” [Al-Anbiyaa : 104]
“Artinya : Katakanlah, ‘Ia akan dihidupkan oleh Rabb yang menciptakannya kali pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk” [Yaasin : 79]
[b]. Bumi yang mati dan tandus akan hidup kembali dan tumbuhan yang mati akan bergerak subur setelah turun hujan. Yang mampu untuk menghidupkannya setelah mati, dan yang mampu menghidupkan orang-ornag yang sudah mati itu sudah pasti Allah Ta’ala Mahaperkasa lagi Maha Berkehendak.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan sebagian dari tanda-tanda (kekuasan)-Nya bahwa kamu melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan yang menghidupkannya tentu dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu” [Fushshilat : 39]
“Artinya : Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-bijian tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan” [Qaaf : 9-11]
Orang yang ingkar kepada siksa kubur dan kenikmatannya mengira hal itu suatu perkara yang mustahil serta bertolak belakang dengan kenyataan karena apabila kubur itu dibongkar akan didapati seperti semula, tidak bertambah luas dan tidak pula bertambah sempit. Persangkaan mereka ini jelas tidak benar menurut syara’, indera dan akal.
[1]. Dalil Syara’
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar dari salah satu kebun kota Madinah. Lalu beliau mendengar ada dua orang yang disiksa di dalam kuburnya”. Dalam hadits itu disebutkan bahwa yang satu karena tidak memelihara buang air kecil (kencing sembarangan), dan yang satunya lagi karena mengadu domba” [Hadits Riwayat Bukhari]
[2]. Dalil Inderawi
Orang yang tidur terkadang mimpi bahwa ia berada di tempat yang luas, menggembirakan, dan dia bersenang-senang di situ. Atau terkadang dia juga mimpi berada di tempat yang sempit, menyedihkan, dan menyakitkan. Terkadang seseorang bisa terbangun karena mimpinya itu, padahal ia berada di atas tempat tidurnya. Tidur adalah sandar kematian. Oleh karena itu Allah menyebut tidur dengan “wafat”, seperti dalam firmanNya.
“Artinya : Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya ; maka Dia tahanlah jiwa (orang yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu ditentukan ….” [Az-Zumar : 42]
[3]. Dalil Akal
Orang yang tidur terkadang bermimpi yang benar sesuai dengan kenyataan. Bisa jadi melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesuai dengan sifat beliau. Barangsiapa pernah bermimpi melihat beliau sesuai dengan sifatnya, maka dia bagaikan melihatnya benar-benar. Padahal pada waktu itu ia ada di dalam kamarnya, di atas tempat tidurnya, jauh dari yang diimpikan. Apabila keadaan tersebut suatu hal yang mungkin dijumpai di dunia, maka bagaimana tidak mungkin dijumpai di akhirat ??
Adapun dalih mereka bahwa apabila kubur itu digali, akan didapati seperti semula, tidak bertambah luas dan tidak pula bertambah sempit, maka jawabannya.
[1]. Apa yang dibawa syara’ tidak boleh dipertentangkan dengan hal-hal yang bathil. Kalau orang yang mempertentangkan itu mau berpikir tentang apa yang dibawa oleh syara’, ia pasti mengetahui kebatilan kesalahan pahamannya itu.
Seorang penyair bertutur :
“Berapa banyak orang yang mencela pendapat yang benar padahal bencana itu dari pemahaman yang salah”
[2]. Keadaan dalam barzakh (alam kubur) termasuk hal-hal ghaib yang tidak dapat dijangkau oleh indera, karena jika hal itu dapat diindera, maka tidak ada artinya iman kepada yang ghaib, dan sama antara orang yang beriman kepada yang ghaib dan orang yang mengingkari, dalam mempercayainya.
[3]. Siksa kubur, nikmat kubur, luasnya kubur, dan sempitnya kubur hanya dapat dijumpai oleh mayat itu sendiri, bukan yang lain. Ini seperti yang dilihat orang tidur dalam mimpinya, dia bisa berada di tempat yang sempit yang menakutkan, atau di tempat yang luas dan menyenangkan, padahal menurut orang lain yang melihatnya tidur, tidurnya tidak berubah, masih di dalam kamar dan di atas tempat tidurnya.
Ketika menerima wahyu, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di tengah-tengah para sahabatnya. Beliau mendengarkan wahyu, tetapi para sahabatnya tidak mendengarnya. Bisa jadi wahyu itu diturunkan dengan cara malaikat menjelma menjadi seorang lelaki, lalu berbicara dengan beliau, dan para sahabat tidak melihatnya serta mendengarnya.
[4]. Pengetahuan manusia terbatas pada sesuatu yang hanya diizinkan Allah untuk diketahuinya. Tidak mungkin manusia dapat mengetahui apa saja yang ada. Langit yang tujuh serta bumi seisinya semua bertasbih dengan memuji Allah dengan tasbih yang sebenarnya, yang terkadang Allah perdengarkan kepada orang yang dikehendakiNya. Meskipun demikian hal itu terhalang dari kita.
Dalam masalah ini Allah berfirman.
“Artinya : Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada didalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memujiNya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun” [Al-Israa : 44]
Demikian halnya dengan setan dan jin yang mondar-mandir pulang pergi di atas bumi. Pernah ada jin datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mendengarkan bacaan beliau, kemudian dia kembali ke kaumnya sebagai juru da’i. Meski demikian, mereka tidak terlihat oleh kita.
Dalam masalah ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengerluarkan kedua ibu bapak kamu dari Surga. Ia meninggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sungguh, ia dan pengikutnya melhat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman” [Al-A’raaf : 27]
Apabila manusia tidak dapat mengetahui segala yang ada, maka mereka tidak boleh mengingkari perkara-perkara ghaib yang ditetapkan oleh syara’ sekalipun mereka tidak dapat mengetahuinya dengan indera mereka.
[Ditulis ulang dari Syarhu Ushulil Iman, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Edisi Indonesia: Prinsip-Prinsip Dasar Keimanan. Penerjemah: Ali Makhtum Assalamy. Penerbit: KSA Foreigners Guidance Center In Gassim Zone]
CHM Al-Manhaj Versi 3.8 Online melalui www.alquran-sunnah.com.